Jumat, 06 Maret 2015

Sepelik Inikah Ukhuwah Kita?

“Abu Bakr bersimpuh lalu menggenggam tangan sang Nabi. Ditatapnya mata suci itu dalam-dalam. ‘Antara aku dan putra Al-Khattab,’ ada kesalahpahaman. Lalu dia marah dan menutup pintu rumah. Aku merasa menyesal. Maka kuketuk pintunya, kuucapkan salam berulangkali untuk memohon maafnya. Tapi, dia tidak membukanya, tak menjawabku, dan tak juga memaafkanku.’

Tepat ketika Abu Bakr berkisah, ‘Umar ibn Khattab datang dengan resah. ‘Sungguh aku di utus pada kalian,‘ sang nabi bersabda, lalu kalian berkata, ‘Engkau dusta!’

Wajah beliau tampak memerah, campuran antara murka dan rasa malunya yang lebih dalam dibanding gadis dalam pingitan.

‘Hanya Abu bakr seorang,‘ sambung beliau, ‘yang langsung mengiyakan, ‘Engkau benar ! ’lalu dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya. Masihkah kalian tidak takut pada Allah untuk menyakiti sahabatku?’

‘Umar berlinang, beristighfar dan berjalan bersimpuh mendekat. Tetapi tangis Abu Bakr lebih keras, derai air matanya bagai kaca jendela lepas. ‘Tidak ya Rasulullah. Tidak. Ini bukan salahnya,‘ serunya terpatah-patah isak. ‘Demi Allah akulah yang memang yang keterlaluan.‘ lalu dia pun memeluk ‘Umar, menenangkan bahu yang terguncang. Mereka menyatukan rasa dalam dekapan ukhuwah, menyembuhkan luka.“

(Dalam Dekapan Ukhuwah, Salim A Fillah)

***

Insan-insan terbaik ini pun tak lepas dari uji an dalam ukhuwah mereka. Dan begitu pun kita. ukhuwah, atmosfer yang terkadang berganti. Menyengat, menyayat hati hingga sesekali menghalau air mata yang menandakan kesedihan. Sungguh ini sebuah cambuk kecil untuk memikirkan ulang dalam merekatkan kembali ukhuwah kita.

Kita ini terlalu naif jika dibandingkan dengan keadaan generasi salaf. Suatu masyarakat yang dibangun dengan penuh kehangatan, cinta, dan ukhuwah. tidak ada kepura-puraan ataupun keegoisan. Allah dan Rasul-Nya selalu menjadi tempat kembali di saat perselisihan tak mungkin dielakkan. Alhasil, semua berakhir indah dalam bingkai ikatan aqidah.

Aku, kamu, kita… butuh waktu untuk sendiri. Diam dan tenggelam dalam-dalam pada tiap detik masa lalu yang telah kita lalui. Sepelik inikah ukhuwah kita hari ini? Selemah inikah kita menjaga saudara kita? Atau… semudah inikah kita menyalahkan dia tanpa bercermin pada cermin yang bening, bukan dengan cermin yang penuh bercak. Hingga yang terburuk adalah menjadikannya seperti pesakitan.

Kita begitu berharap mampu mempertahankan istana dengan harta benda yang berlimpah. Namun di benteng pertahanan, kita tidak melengkapi prajurit kita dengan senjata dan perbekalan yang memadai. Maka jangan pernah berharap istana nan kokoh itu akan abadi menjadi milik kita.

Karena saudaramu adalah amanahmu… Ia tak hadir dengan sempurna, seperti dirimu yang menyembunyikan jutaan rahasia.

“Mungkin saatnya kita membenahi dulu rasa yang ada dalam hati kita. Masih beningkah ia? Karena sesungguhnya suasana tidak berubah, hanya mungkin ruhiyah kita, akhlak kita, keikhlasan kita yang berubah. Setelah kita membenahi apa yang ada dalam hati kita, bashirah akan menuntun langkah kita dalam dakwah” nasehat dari salah satu sahabat terbaik.

Tidak ada sesuatupun yang naik ke langit yang lebih agung dibanding keikhlasan

Dan tidak ada sesuatupun yang turun ke bumi yang lebih agung dari taufiq Allah

Mungkin saja Allah masih enggan menurunkan taufiq-Nya ke bumi karena hati-hati kita masih saja tersekat prasangka yang tak beralasan, keegoisan yang membuntukan atau nafsu dunia yang melenakan sehingga pintu-pintu langit masih tertutup rapat untuk kita. Saat ukhuwah tak lagi menawan, coba periksa kondisi iman. Mungkin ia kusam karena prasangka, hasad, cinta dunia atau rapuhnya keikhlasan.

“Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami. Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami. Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri . Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti “. (K.H. Rahmat Abdullah)

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain…”(QS. Al Hujurat ; 12)

Indah Yuliana
Dakwatuna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar