Masih teringat akan masa-masa kuliah beberapa tahun kemarin .
Mungkinkah teman-teman yang biasanya diberi julukuan “domisioner” pada
suatu organisasi mengingat akan ghirah atau semangat itu? Mungkinkah
teman-teman masih merasakan ghirah yang sama setelah meninggalkan dunia
kampus?
Saya berharap teman-teman pembaca masih merasakan ghirah
yang sama dengan masa-masa kuliah bagi yang pernah merasakannya karena
tidak sedikit saudara-saudara kita yang tidak lagi merasakan ghirah
dakwah itu, setelah dia keluar dari dunia kampus, setelah dia keluar
dari dunia yang mengajarkannya tentang ideologi, tentang azzam, tentang
ghirah dakwah dan tentang semuanya. Tidak sedikit saudara-saudara kita
yang hilang atau tidak terlihat lagi jejaknya di jalan dakwah ini
setelah dia meninggalkan dunia kampus. Setelah dia masuk pada dunia
kerja atau berkeluarga.
Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi
cerita tentang kisah teman-teman yang mungkin mereka tidak lagi
merasakan ghirah yang sama ketika masih berada pada dunia kampus. Bahkan
mungkin tidak lagi merasakan atau lupa dengan ghirah itu.
Ada
beberapa alasan yang dapat saya garis bawahi dari berbagi kisah mereka
yang menjadi “pengantar” hingga mereka tidak lagi mersakan ghirah dakwah
itu. Di antaranya adalah sebagai berikut :
- Untuk apa datang pengajian jika tidak menambah semangat kita?
Ukhtifillah,
apakah hal ini pernah anti rasakan? Ketika kegiatan pengajianmu tidak
lagi menambah semangat dakwahmu, tidak lagi menambah semangat perbaikan
dirimu? Tidak memberikan “cash” untuk rukhiyahmu? Semuanya berlalu tanpa
meninggalkan kesan. Maka perbanyaklah istighfar, karena mungkin ada
yang kita lakukan yang tidak diridhai oleh Allah sehingga Allah tidak
membuka pintu Rahmat-Nya yang menyebabkan hal itu terjadi. Mari ditata
kembali niat awal kita mengikuti pengajian.
Mempertanyakan kembali arti pentingnya pengajian itu diikuti.
Merenungi sejenak tentang ibadah-ibadah yang selama ini kita lakukan.
Tentang shalat kita, mungkinkah hanya sekadar rutinitas gerakan?
Tilawah
kita, mungkinkah hanya sekadar keluar dari mulut yang tidak
menggetarkan hati kita? Hanya untuk mencapai setoran batasan waktu ODOJ
yang kita ikuti?
Mari kita intropeksi diri dahulu sebelum kita mencari pembelaan tentang “pengajian yang katanya tidak lagi menambah semangat”.
- Sekarang saya tidak akrab dengan teman pengajianku, sibuk semua, tidak seperti yang dulu.
Sama
halnya dengan perkembangan manusia. Ketika masih kecil maka kita akan
dimanjakan oleh orang tua tapi ketika sudah dewasa maka kita tidak lagi
dimanja bahkan kita yang mungkin harus memanjakan orang lain.
Seperti
itulah analogi yang mungkin cocok untuk ini bahwa segala sesuatu
memiliki masa tersendiri.. Ketika kita kecewa dengan sifat
ustadz/ustadzah kita yang mungkin acuh atau merasa tidak diperhatikan
oleh teman pengajian yang sibuk dengan aktivitas mereka sendiri. Maka
jangan menjadikan hal itu sebagai alasan dari keaktifan kita mengikuti
pengajian karena hal tersebut hanya salah satu aspek dari pengajian itu
sendiri. Dan aspek utama dari pengajian itu adalah tujuan awal kita
yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berharap mendapatkan
Ridha-Nya. Jangan pernah berharap kepada manusia karena suatu saat pasti
akan memberikan kekecewaan. manusia tidak luput dari salah dan khilaf.
Kedua
alasan tersebut yang bisa saya garis bawahi dari beberapa alasan yang
mungkin ada. Kenapa ghirah tidak terasa? Karena ketika ghirah itu masih
terasa maka keluhan-keluhan tersebut tidak mungkin ada karena ketika
kita ingin jujur kepada diri sendiri maka secara tidak sadar bahwa kita
hanya mancari pembelaan untuk sikap kita, mencari alasan untuk
membenarkan perubahan sikap kita, mencari kesalahan dari faktor luar
terhadap apa yang kita rasakan padahal semuanya kembali kepada diri
pribadi masing-masing.
Mari kita kembali merenungi sejenak Firman Allah dalam QS. Al-Ankabut : 2-3.
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. dan Sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui
orang-orang yang dusta.”
Ujian itu akan selalu ada, baik itu
dalam bentuk kenikmatan ataupun sebaliknya karena dari ujian itulah
Allah akan memfilter Hamba-nya yang benar-benar bertakwa.
Setiap
orang terkadang menemui “titik jenuh” dari rutinitas aktivitasnya
sehingga tidak memiliki semangat dalam menjalankan aktivitasnya. Hal itu
bisa terjadi ketika kita tidak lagi memiliki tujuan yang jelas dari
aktivitas tersebut, semuanya dijalani seakan hanya rutinitas belaka
tanpa memiliki makna dan hanya meninggalkan rasa lelah jasmani dan
mungkin pada kekeringan rohani. Oleh karena itu, mari merenungi kembali
tujuan kita hidup. Masihkah ada tujuan menjadi bagian dari makhluk Allah
yang ada dalam QS. Al-Imron : 104
“ dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar,merekalah orang-orang
yang beruntung”
Saya akhir tulisan ini dengan mengutip syair lagu Saujana “Sekeping Hati”
Tapi, jalan kebenaran
Tak akan selamanya sunyi
Ada ujian yang datang melanda
Ada perangkap, menunggu mangsa
Note : Untuk saudariku yang sedang berjuang melawan titik jenuhnya….
http://www.dakwatuna.com/2015/09/02/74005/ketika-ghirah-tak-lagi-terasa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar