Rabu, 27 Januari 2016

TA'LIFUL QULUB...

“Ruh-ruh itu adalah tentara-tentara yang
selalu siap siaga, yang telah saling mengenal
maka ia (bertemu dan) menyatu, sedang yang
tidak maka akan saling berselisih (dan saling
mengingkari)”. (HR. Muslim)

Inilah karakter ruh dan jiwa manusia, ia adalah
tentara-tentara yang selalu siap siaga,
kesatuaannya adalah kunci kekuatan, sedang
perselisihannya adalah sumber bencana dan
kelemahan.

Jiwa adalah tentara Allah yang sangat
setia, ia hanya akan dapat diikat dengan kemuliaan
Yang Menciptakanya,.

Allah berfirman yang artinya:

“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-
orang yang beriman). Walaupun kamu
membelajakan semua (kekayaan) yang berada
dibumi, niscaya kamu tidak dapat
mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah
telah mempersatukan hati mereka.

Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. (QS. 8:63)

Dan tiada satupun ikatan yang paling kokoh untuk
mempertemukannya selain ikatan akidah dan
keimanan.

Imam Syahid Hasan Al Banna
berkata:“Yang saya maksud dengan ukhuwah
adalah terikatnya hati dan ruhani dengan
ikatan aqidah.

Aqidah adalah sekokoh-kokoh
ikatan dan semulia-mulianya.

Ukhuwah adalah
saudaranya keimanan, sedangkan perpecahan
adalah saudara kembarnya kekufuran” . (Risalah
Ta’lim, 193)

Sebab itu, hanya dengan kasih mengasihi karena
Allah hati akan bertemu, hanya dengan membangun
jalan ketaatan hati akan menyatu, hanya dengan
meniti di jalan dakwah ia akan berpadu dan hanya
dengan berjanji menegakkan kalimat Allah dalam
panji-panji jihad fi sabilillah ia akan saling erat
bersatu.

Maka sirami taman persaudaraan ini
dengan sumber mata air kehidupan sebagai berikut:

1. Sirami dengan mata Air Cinta dan Kasih sayang
Kasih sayang adalah fitrah dakhil dalam jiwa setiap
manusia, siapapun memilikinya sungguh memiliki
segenap kebaikan dan siapapun yang
kehilangannya sungguh ditimpa kerugian.

Ia
menghiasi yang mengenakan, dan ia menistakan
yang menanggalkan.

Demikianlah pesan-pesan
manusia yang agung akhlaqnya menegaskan.

Taman persaudaraan ini hanya akan subur oleh
ketulusan cinta, bukan sikap basa basi dan
kemunafikan.

Taman ini hanya akan hidup oleh
kejujuran dan bukan sikap selalu membenarkan.

Ia
akan tumbuh berkembang oleh suasana nasehat
menasehati dan bukan sikap tidak peduli, ia akan
bersemi oleh sikap saling menghargai bukan sikap
saling menjatuhkan, ia hanya akan mekar bunga-
bunga tamannya oleh budaya menutup aib diri dan
bukan saling menelanjangi.

Hanya ketulusan cinta
yang sanggup mengalirkan mata air kehidupan ini,
maka saringlah mata airnya agar tidak bercampur
dengan iri dan dengki, tidak keruh oleh hawa nafsu,
egoisme dan emosi, suburkan nasihatnya dengan
bahasa empati dan tumbuhkan penghargaannya
dengan kejujuran dan keikhlasan diri.

Maka
niscaya ia akan menyejukkan pandangan mata
yang menanam dan menjengkelkan hati orang-
orang kafir (QS.48: 29).

2. Sinari dengan cahaya dan petunjuk jalan.
Bunga-bunga tamannya hanya akan mekar
merekah oleh sinar mentari petunjuk-Nya dan akan
layu karena tertutup oleh cahaya-Nya.

Maka
bukalah pintu hatimu agar tidak tertutup oleh sifat
kesombongan, rasa kagum diri dan penyakit
merasa cukup.

Sebab ini adalah penyakit umat-
umat yang telah Allah binasakan.

Dekatkan hatimu
dengan sumber segala cahaya (Alquran) niscaya ia
akan menyadarkan hati yang terlena, mengajarkan
hati yang bodoh, menyembuhkan hati yang sedang
sakit dan mengalirkan energi hati yang sedang letih
dan kelelahan.

Hanya dengan cahaya, kegelapan
akan tersibak dan kepekatan akan memudar hingga
tanpak jelas kebenaran dari kesalahan, keikhlasan
dari nafsu, nasehat dari menelanjangi,
memahamkan dari mendikte, objektivitas dari
subjektivitas, ilmu dari kebodohan dan petunjuk dari
kesesatan.

Sekali lagi hanya dengan sinar cahaya-
Nya, jendela hati ini akan terbuka.

“Maka apakah
mereka tidak merenungkan Al Quran ataukah
hati mereka telah terkunci” . (QS. 47:24)

3. Bersihkan dengan sikap lapang dada
Minimal cinta kasih adalah kelapangan dada dan
maksimalnya adalah itsar ( mementingkan orang
lain dari diri sendiri) demikian tegas Hasan Al
Banna.

Kelapangan dada adalah modal kita dalam
menyuburkan taman ini, sebab kita akan
berhadapan dengan beragam tipe dan karakter
orang, dan “siapapun yang mencari saudara
tanpa salah dan cela maka ia tidak akan
menemukan saudara”

inilah pengalaman hidup
para ulama kita yang terungkap dalam bahasa kata
untuk menjadi pedoman dalam kehidupan.

Kelapangan
dada akan melahirkan sikap selalu memahami dan
bukan minta dipahami, selalu mendengar dan bukan
minta didengar, selalu memperhatikan dan bukan
minta perhatian, dan belumlah kita memiliki sikap
kelapangan dada yang benar bila kita masih selalu
memposisikan orang lain seperti posisi kita, meraba
perasaan orang lain dengan radar perasaan kita,
menyelami logika orang lain dengan logika kita,
maka kelapangan dada menuntut kita untuk lebih
banyak mendengar dari berbicara, dan lebih banyak
berbuat dari sekedar berkata-kata.

“Tidak
sempurna keimanan seorang mukmin hingga ia
mencintai saudaranya seperti ia mencintai
dirinya”. ( HR. Bukhari Muslim)

4. Hidupkan dengan Ma’rifat
Hidupkan bunga-bunga di taman ini dengan
berma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benar
ma’rifat, ma’rifat bukanlah sekedar mengenal atau
mengetahui secara teori,

namun ia adalah
pemahaman yang telah mengakar dalam hati
karena terasah oleh banyaknya renungan dan
tadabbur, tajam oleh banyaknya dzikir dan fikir,
sibuk oleh aib dan kelemahan diri hingga tak ada
sedikitpun waktu tersisa untuk menanggapi ucapan
orang-orang yang jahil terlebih menguliti kesalahan
dan aib saudaranya sendiri, tak ada satupun masa
untuk menyebarkan informasi dan berita yang tidak
akan menambah amal atau menyelesaikan masalah
terlebih menfitnah atau menggosip orang.

Hanya
hati-hati yang disibukkan dengan Allah yang tidak
akan dilenakan oleh Qiila Wa Qaala (banyak
bercerita lagi berbicara)

dan inilah ciri kedunguan
seorang hamba sebagaimana yang ditegaskan
Rasulullah apabila ia lebih banyak berbicara dari
berbuat, lebih banyak bercerita dari beramal, lebih
banyak berangan-angan dan bermimpi dari beraksi
dan berkontribusi.

“Diantara ciri kebaikan
Keislaman seseorang adalah meninggalkan yang
sia-sia”. ( HR. At Tirmidzi).

5. Tajamkan dengan cita-cita Kesyahidan
“Pasukan yang tidak punya tugas, sangat potensial
membuat kegaduhan”

inilah pengalaman medan
para pendahulu kita untuk menjadi sendi-sendi
dalam kehidupan berjamaah ini.

Kerinduan akan
syahid akan lebih banyak menyedot energi kita
untuk beramal dari berpangku tangan, lebih
berkompetisi dari menyerah diri, menyibukkan
untuk banyak memberi dari mengoreksi, untuk
banyak berfikir hal-hal yang pokok dari hal-hal
yang cabang.

“Dan barang siapa yang meminta
kesyahidan dengan penuh kejujuran, maka Allah
akan menyampaikanya walaupun ia meninggal
diatas tempat tidurnya”. ( HR. Muslim)

“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui bahwa hati-hati ini telah bersatu
berkumpul untuk mencurahkan mahabbah
hanya kepadaMu,

bertemu untuk taat kepada-
Mu,

bersatu dalam rangka menyeru (dijalan)-
Mu,

dan berjanji setia untuk membela syariat-
Mu,

maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya
Allah,

abadikanlah kasih sayangnya,

tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan
cahay-Mu yang tidak pernah redup,

lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman
dan keindahan tawakkal kepada-Mu,

hidupkanlah dengan ma’rifat-mu,

dan
matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-mu.

Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan
sebaik-baik penolong”.

Amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar